Source: google |
Apa
yang pertama kali terlintas dikepala kita jika kita mendengar kata AIDS? Apakah
penyakit yang mematikan? Penyakit aib? Atau yang lebih mirisnya akan berpikir
bahwa orang dengan AIDS harus diasingkan dari kehidupan sosial? Sebelum
berpikir liar, baiknya kita mengetahui apa sih AIDS itu.
AIDS
merupakan singkatan dari Aquired Immune Deficiency Syndrom. Menurut Jonathan
Weber dan Annabel Feeriman, AIDS yaitu sindrom cacat yang didapatkan pada imunitas. Sindrom ini
disebabkan oleh infeksi virus yang dapat menyebabkan kerusakan parah dan tidak
bisa diobati. Virus AIDS akan menyerang sistem kekebalan tubuh pada
pengidapnya. Untuk virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus atau
yang lebih familiar dengan singkatan HIV.
Orang
dengan AIDS sistem kekebalan tubuhnya akan terus melemah sehingga akan mudah
terjangkit infeksi, tumor bahkan kanker tertentu. Penyakit ini benar-benar
belum bisa disembuhkan meskipun sudah ada penanganan yang dapat memperlambat
laju perkembangan virus. Oleh karena itu, tidak salah jika AIDS dijuluki
sebagai penyakit yang menakutkan dan mematikan. Selain itu, orang juga sering
menyebut bahwa AIDS adalah penyakit aib. Hal ini dikarenakan kebanyakan
masyarakat kita menganggap AIDS adalah penyakit yang disebabkan akibat perilaku
seks bebas dan penggunaan obat terlarang. Lebih dari itu, AIDS sendiri bisa
disebabkan karena berbagai hal.
Mengingat
bahayanya dan betapa menakutkannya penyakit ini, pengidapnya atau sering
disebut dengan Orang Dengan HIV/AIDS
(ODHA) sangat membutuhkan semangat dan kasih sayang keluarga, orang
terdekat, juga lingkungan sekitar. Tetapi, ODHA seringkali dijauhi dan
diisolasi dari kehidupan sosial karena masyarakat takut tertular penyakit
mematikan tersebut.
Banyak
sekali kasus-kasus memilukan yang menimpa ODHA. Data Departemen Kesehatan
Republik Indonesia (Depkes RI) pada tahun 2013 mencatat sebanyak 35 juta orang
mengidap HIV/AIDS dari seluruh dunia. Dari sekian banyak ODHA, pasti kita
pernah mendengar bahwa mereka tidak diperlakukan sebagaimana mestinya.
ODHA
seringkali mendapatkan perlakuan buruk dikehidupan sosialnya. Banyak ODHA yang
dipecat dari tempat ia bekerja, diceraikan oleh pasangannya, diisolasi dari
kehidupan sosial, dihina, dan masih banyak lagi kisah pilu yang berkaitan
dengan ODHA.
Seperti
kasus tahun 2014 yang menimpa Kun Kun bocah asal Cina seorang pengidap AIDS.
Pada 14 Desember 2014 Kun Kun diusir dari kampung halamannya. Sekitar 200 orang
menandatangani untuk mengisolasi Kun Kun dari kehidupan sosialnya. Mirisnya,
Kakek Kun Kun ikut mendandatangani pengusiran cucunya tersebut. Kun Kun sendiri
didiagnosa mengidap HIV/AIDS pada tahun 2011, yang mana penyakitnya itu ia
dapatkan dari sang ibu.
Tidak
hanya lingkungan sekitar dan keluarganya yang ingin membuang Kun Kun, sekolah
tempat Kun Kun menimba ilmu juga telah memberhentikan Kun Kun untuk terus
menuntut ilmu. Selain itu, hinaan dan cacian dari teman-temannya juga sering ia
dapatkan. Kun Kun dianggap membahayakan orang lain karena penyakitnya itu.
Sebenarnya
sudah tidak heran jika di Cina ODHA diperlakukan dengan buruk dan juga di
diskriminasi oleh lingkungan sekitar. Tetapi yang disayangkan adalah ketika
pihak medis juga memperlakukan hal-hal buruk seperti tidak mau merawat pasien
pengidap ODHA. Padahal seharusnya pihak medislah yang memberikan edukasi kepada
masyarakat bahwa pengidap ODHA tidak harus dijauhi dan diasingkan dari
kehidupan sosial.
Lebih
dari itu, pengidap ODHA seperti Kun Kun harus mendapatkan perhatian khusus
mengingat usianya yang masih sangat muda. Jika kita bisa menempatkan posisi
menjadi Kun Kun, apakah kita mau mengidap penyakit mematikan tersebut? Tentunya
tidak. Apalagi Kun Kun mengidap penyakit tersebut karena diturunkan dari
ibunya, sudah bisa kita bayangkan betapa bingungnya dan sedihnya menajdi Kun
Kun.
Disaat
usianya yang masih kanak-kanak yang seharusnya mendapatkan kasih sayang kedua
orangtuanya atau keluarganya, tetapi Kun Kun harus berjuang sendiri melawan
penyakitnya dan menahan cercaan, serta hinaan dari keluarga dan lingkungannya.
Kun Kun dan pengidap ODHA diseluruh dunia tidak diperbolehkan dan tidak
seharusnya mendapatkan perlakukan buruk, baik dari kelurga maupun masyarakat.
Kun Kun dan pengidap ODHA butuh bimbingan dan kasih sayang serta semangat untuk
tetap kuat menjalani kehidupannya. Seharusnya begitu.
Lain
halnya kasus yang dialami Vivi. Dikutip dari Vivanews, Vivi merupakan seorang pengidap AIDS yang ia dapatkan
dari suaminya. Sudah sepuluh tahun Vivi mengidap AIDS. Vivi mengaku tidak
mengetahui jika suaminya mengidap AIDS karena perilaku suaminya yang memakai
narkoba jarum suntik. Ketika sudah memiliki anak, Vivi curiga mengapa sariawan
dan diare pada sang anak tak kunjung sembuh. Kemudian Vivi menanyakan kepada
sang suami apakah suaminya mengidap AIDS.
Karena
didesak, suaminya kemudian mengakui bahwa dirinya ODHA. Vivi mengatkan awalnya
sang suami tidak mau jujur tentang penyakitnya itu. sehingga Vivi dan anaknya
ikut tertular penyakit mematikan tersebut. Dalam kasus yang menimpa suami Vivi,
seharusnya sang suami berkata jujur agar resiko menularkan AIDS kepada Vivi
seharusnya dapat dicegah. Karena ketidak-jujurannya itu, Vivi dan anaknya ikut
mengidap penyakit yang mankutkan tersebut.
Sebenarnya
kita juga tidak boleh menyalahkan suami Vivi karena ketidak-jujurannya itu.
sekali lagi, kita tidak boleh serta merta menyalahkan suaminya karena
‘ketidak-jujurannya’ dalam mengidap AIDS. Jika kita kilas balik terhadap kasus
yang menimpa Kun Kun, mungkin sang suami takut akan ditinggal oleh Vivi bahkan
keluarganya sehingga ia tidak jujur. Karena tidak bisa dipungkiri masyarakat
kita memang msih banyak yang kurang teredukasi tentang apa itu penyakit AIDS
secara rinci, bagaimana penularannya, dan kebanyakan masyarakat percaya ODHA
tidak boleh didekati, diajak bicara, atau bersentuhan.
Letak
kesalahan Suami Vivi adalah ketika ia tidak jujur, ia juga tidak memberikan
solusi bagaimana agar istrinya tidak tertular penyakitnya tersebut. Saling
keterbukaan sangat dibutuhkan dalam mencegah penularan penyakit ini. andai saja
Suami Vivi berkata jujur, tentu Vivi tidak akan mengalami nasib yang sama.
Penularan
HIV/AIDS seperti kasus Vivi seharusnya menjadi perhatian semua pihak. Banyak
sekali ibu rumah tangga yang terpapar virus HIV/AIDS karena kebiasaan sang
suami yang suka ‘jajan’ akibatnya sang istri mengidap HIV/AIDS. Masih dari Vivanews, pada tahun 2011 tercatat
sebanyak 39,32% ibu rumah tangga terinfeksi virus HIV/AIDS dari suaminya karena
pemakaian narkoba jarum suntik dan seks bebas.
Dilansir
dari PenyakitAIDS.org, cara penularan
AIDS yang pertama lewat hubungan seks. Yang kedua yakni melalui transfusi
darah, untuk itu jika ingin mendonorkan darah atau transfusi harus pastikan
bebas dari penyakit HIV/AIDS. Selain itu, penggunaan jarum suntik secara
bergantian juga bisa berpotensi menularkan HIV/AIDS.
Selanjutnya
yang ketiga cara penularan HIV/AIDS adalah ketika ibu pengidap ODHA sedang
hamil, penularan HIV/AIDS bisa ditularkan ketika bay masih di dalam kandungan
atau juga setelah bayi dilahirkan. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif juga
bisa menularkan AIDS kepada bayi.
Menganalisa
dari cara penularan HIV/AIDS di atas, berbuat baik dan memperlakukan pengidap
ODHA dengan baik bukanlah salah satu dari cara penularan AIDS. ODHA butuh
dukungan, semangat serta perlu dirangkul dikehidupan sosialnya, bukannya malah
dijauhi bahkan diisolasi dari lingkungannya. Dikehidupan sosial, baik Orang
dengan HIV/AIDS ataupun tidak, seharusnya memiliki status sosial yang sama.
Berinteraksi dan bersosialisasi dengan ODHA tidak akan tertular HIV/AIDS, kecuali
melakukan tiga poin cara penularan AIDS di atas.
Perlu
ditegaskan kembali, ODHA butuh teman, keluarga dan lingkungan yang sehat sama
seperti manusia lainnya. Bisa dibayangkan betapa beratnya pengidap ODHA
menerima kenyataan bahwa dirinya mengidap penyakit yang mematikan, penyakit
yang seringkali dianggap aib oleh masyarakat. Untuk itu, temani dan rangkul
para pengidap ODHA agar semangat menjalani hidup dan untuk tetap hidup sehat.