Blogger templates

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Tuesday, November 28, 2017

Tiga Hari yang Padat

Aku bersama anggota kelompokku dan juga Pamong kami :) (cewek paling ujung kanan)

Haduuuhhhh sudah lama nggak nulis karena disibukkan dengan segala macam tugas kuliah dan juga tugas diorganisasiku. Yapp, kali ini aku bakal nulis pengalaman aku ketika mengikuti Pendidikan Kilat (Diklat) Jurnalistik Gagasan UIN Suska Riau. Nah, langsung saja ke-kegiatan apa saja yang aku jalani selama Diklat tiga hari.

Diklat dimulai dari 21-23 Oktober 2016. Ketika itu aku bersiap-siap untuk berangkat ke Gedung Teater Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk mengikuti pembukaan Diklat. Diklat tersebut dibuka langsung oleh Wakil Rektor III Bapak Tohirin, M.Pd. Saat itu peserta Diklat sekitar 20-an peserta.

Setelah acara pembukaan selesai, semua peserta Diklat dibawa ke Sekretariat Gagasan yang ada disayap kanan Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa. Di sana kami menaruh barang-barang bawaan kami untuk menginap selama tiga hari. Kemudian kami mengikuti agenda selanjutnya, yang mana pembekalan tentang dasar-dasar jurnalistik. Dan itu sangat banyak dan jujur aku agak bosan sekaligus mengantuk karena memang kami digembleng dengan segala  ilmu dasar jurnalistik.

Seperti dari yang paling dasar apa sih itu jurnalistik, sembilan elemen jurnalistik, kode etik jurnalistik, teknik wawancara, cara menulis berita (semua jenis berita), serta teman-temannya yang lain. Semua materi tersebut dijelaskan oleh pembicara yang berbeda-beda, yang tentunya adalah orang-orang hebat. Jujur lagi, memang rasa kantuk itu datang silih berganti dengan rasa kagum seiring bergantinya pembicara. Yang mana aku sangat kagum dengan pembicara-pembicara yang begitu banyak memiliki prestasi dan juga cerdas. Banyak dari pemateri tersebut adalah alumni Gagasan, yang membuat aku tambah yakin dan termotivasi untuk bisa bertahan dan terus berkarya di Gagasan.

Di kegiatan Diklat itu nggak ada yang namanya wasting time. jam istirahat itu ya palingan ketika waktu sholat dan makan. itu pun sangat terbatas waktu yang diberikan, ya sekitar 15-an menitlah. Nah, disitulah aku merasa disatu sisi tersiksa karena sedikitnya jam istirahat tapi di sisi lain aku merasa memang seharusnya seperti ini kita menghargai dan memanfaatkan waktu dengan bijak.

Sedikit kilas balik tentang makanan yang kami makan saat Diklat, duhhhhh nikmat sekaleeeee. Terdengar hiperbola, tapi memang begitu adanya. Meskipun sederhana tapi ketika dimakan bersama itu memang beda sensasinya. Jadi, kami itu dibagi menjadi lima kelompok (seingat aku ya, maklum kalau salah karena kan sudah lama), dan setiap kelompok terdiri dari empat sampai lima orang (maklum lagi kalau salah). Setiap kelompok duduk melingkar bersama anggotanya, kemudian para malaikat baik dalam wujud kakak-kakak panitia konsumsi memberikan makanan endosnya ke kami. Makanan tersebut ditaruh ke dalam nampan besar kemudian kami memakannya bersama. Nahhhhh, lah kok aku beruntung dapat kelompok yang tidak begitu bringas dalam memakan makanan (karena aku seorang pemakan yang ganas). Alhamdulillahnya kelompok aku kalem dalam hal makan-memakan.

By the way, yippieeee hari pertama sudah terlewatkan. Lalu apa yang terjadi atau kegiatan apa dihari kedua? Hmmm, yupppp kami diterjunkan langsung ke lapangan untuk mempraktekkan materi yang sudah diberikan. Waktu itu, kami ke Museum Sang Nila Utama. Di Museum tersebutlah kami melakukan wawancara sebagai bahan untuk menulis berita. Kebingungan pun dimulai. Aku nggak tau harus mewawancara siapa. Jangankan untuk mewawancarai siapa, lah aku saja nggak tau masalah apa yang hendak aku wawancarakan (hiks). Di sini bukannya aku bo**h ya, ya karena kan kita itu dibagi kelompok dan juga banyak pesertanya, jadi ya isu-isu standar itu sudah dicaplok sama kelompok dan pesarta lain yang wuhhhh cekatan dan sigap. Ya seperti sejarah museum, perawatan musem sekaligus benda-benda yang ada di museum, renovasi museum (saat itu sedang renovasi), pengunjung museum, dan lain sebaginya. Meskipun lelah tapi ternyata menjadi wartawan sehari itu sangat menyenangkan. Walau hanya di lingkup museum, tapi untukku sudah luar biasa, what a good start.  

Setelah liputan di museum selama dua jam akhirnya kami kembali ke Sekretariat Gagasan. Setelah itu, kami diberikan materi lay-out. Ini nih, materi yang sangat nggak aku suka. Bukan karena tidak mengagumi hasil karya-karya lay-out, tapi ini susah menurutku. Kadang suka kesal dengan orang-orang yang pandai dalam me-lay-out, kenapa sampai saat ini aku nggak juga bisa (gimana mau bisa, belajar lay-out aja nggak). Yap, aku Cuma belajar lay-out ketika diklat, dan setelahnya tidak  kupelajari lagi karena ribet dan harus hapal setiap toolsnya.

Kemudian malam harinya dihari kedua, kami melakukan deadline. Di mana, hasil wawancara dari museum harus kami representasikan ke dalam sebuah tulisan. Duhh, pekerjaan besar. Bingung pun melanda lagi, kalang kabut karena nggak dapat ide. Karena jam sudah menunjukkan pukul 03.00 pagi, dan mata sudah tak sanggup menahan kantuk, muncullah ide yang tak terduga. Akhirnya siap juga tugasku, dan kurebahkan badanku ke lantai keramik sekre yang tidak beralaskan karpet apalagi kasur.

Tibalah hari terakhir yakni hari ketiga. Semua hasil tulisan kami yang sudah di lay-out dalam bentuk majalah dipresentasikan. Dag dig dug, karena dalam presentasi tersebut tulisan kami bakal dikritik apa dan di mana yang masih kurang atau bahkan salah dalam penulisannya. Tapi, meskipun banyak yang salah bukan berarti kami tidak bisa dalam menulis, kesalahan adalah hal yang wajar untuk setiap awal yang baru dimulai. Dan hal yang tidak kalah penting adalah, ‘dikritik’ itu bukanlah sesuatu yang negatif. Dengan kritikan kita bisa berbenah kembali dan memperbaiki yang salah perlahan menjadi benar, yang buruk untuk ditinggalkan, yang sudah baik untuk dipertahankan alih-alih untuk ditingkatkan.


Wednesday, November 1, 2017

Usia Pacu Asa



Cuaca berawan pada Selasa, 31 Oktober 2017 menutupi teriknya sinar matahari sehingga cuaca tidak sepanas hari-hari biasanya dan membuat Rosnidar tidak terlalu gerah ketika mencabuti rumput-rumput yang tumbuh di halaman Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Suska Riau. Dengan mengenakan seragam Cleaning Service (CS), dengan cepat Rosnidar mencabut setiap rumput yang tumbuh kemudian digenggamnya dan dibuang ke tong sampah. Keringat lelahnya membasahi alisnya yang sudah berwarna hitam bercampur putih kemudian mengalir kepipinya, tak heran karena ia tidak hanya membersihkan halaman tapi juga semua kelas-kelas di lantai satu Gedung Tarbiyah.
Waktu menunjukkan pukul 12 siang. Rosnidar dan petugas kebersihan lainnya beristirahat dan bersiap untuk melaksanakan ibadah sholat. Seusai sholat, ia makan siang dengan memakan semangka kuning yang dibelinya dari pedagang buah yang berjualan di belakang Masjid Al-Jami’ah UIN Suska. “Saya tidak bawa bekal, jadi beli semangka untuk makan siang,” Selorohnya sambil mengunyah.
Perempuan yang kerap disapa ‘Nenek’ oleh rekan-rekan kerjanya dan juga mahasiswa ini telah bekerja sebagai petugas kebersihan selama 11 tahun dimulai sejak 2007 silam. Bukan tanpa alasan orang-orang memanggilnya ‘Nenek’, sapaan tersebut melekat pada Rosnidar karena usianya yang sudah tua yakni 61 tahun.
Sebelum bekerja sebagai petugas kebersihan, perempuan bercucu enam ini pernah berkebun dengan menanam berbagai macam sayuran seperti sawi, bayam, selada, dan kangkung di halaman belakang rumahnya yang berada di Jalan Arifin Achmad. Tetapi tidak berlangsung lama karena Rosnidar mengalami kerugian setiap kali hujan turun. “Kalau hujan, bibit sayurannya terbawa oleh air hujan, jadi tidak tumbuh” kenangnya sambil menyeka tetesan keringat yang mengalir dipelipisnya.
Setelah mengalami banyak kerugian dan tidak memiliki modal yang cukup untuk membeli bibit sayuran, Rosnidar beralih bekerja menjualkan sayuran milik orang lain di pasar. Lagi, karena penghasilannya tidak terlalu besar, ia berhijrah ke Panam dan berniat mencari pekerjaan yang lain. Setelah pindah ke Panam tepatnya di Jalan Uka, ia pergi ke Universitas Riau (UR) untuk mencari pekerjaan sebagai petugas kebersihan, tetapi pada saat itu tidak dibuka lowongan pekerjaan untuk profesi tersebut. Tak patah asa, Rosnidar berusaha mencari pekerjaan di IAIN Susqo (sekarang UIN Suska) dan mendapatkan pekerjaan yang dicarinya.
Awal bekerja sebagai petugas kebersihan, Rosnidar bertugas membersihkan halaman dan kelas-kelas di gedung Fakultas Sains dan Teknologi (Saintek) dengan gaji 600 ribu rupiah. Dan sekarang, ia pindah tugas ke gedung Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, tentu dengan gaji yang sudah merangkak naik, yakni menjadi 1.750.000 rupiah. Dengan gaji tersebut, ia memenuhi segala kebutuhan sehari-hari dan untuk membiayai anak bungsungya yang tengah berkuliah semester tujuh jurusan matematika di Fakultas Saintek UIN Suska Riau.
Kesulitan ekonomi Rosnidar semakin bertambah semenjak berpisah dengan suaminya sekitar delapan tahun lalu. Mengingat pendapatannya hanya bersumber dari hasil ia bekerja sebagai petugas kebersihan. Ia mengaku, gajinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. “Kalau untuk bayar uang semester si bungsu, saya dibantu oleh anak-anak saya yang sudah menikah” jelasnya. Karena hal ini, ia berusaha bekerja lebih keras lagi agar mendapat gaji tambahan atau bonus bekerja. “Kalau ada acara wisuda di PKM, saya ikut bersih-bersih setelah acara selesai. Supaya dapat bonus,” ujarnya.
Bekerja sebagai petugas kebersihan selama 11 tahun, Ibu dari lima orang anak ini mengaku banyak pengalaman-pengalaman yang menyenangkan juga menyedihkan. Senang ketika melihat halaman dan kelas-kelas menjadi bersih berkat kinerjanya, pun sedih ketika melihat kamar mandi kotor karena ada mahasiswa yang setelah buang air besar tidak disiram padahal air banyak. “Saya kadang heran, tapi ya sudahlah. Memang sudah tugas saya untuk membersihkan yang kotor-kotor,” Ucapnya sembari tertawa kecil.

Diusianya yang sudah tidak muda lagi, ia tidak pernah berniat untuk pensiun dari pekerjaannya sebelum ia benar-benar tidak mampu bekerja lagi. “Saya berdo’a agar Allah memberikan kesehatan supaya bisa terus bekerja,” harapnya.