Aku bersama anggota kelompokku dan juga Pamong kami :) (cewek paling ujung kanan) |
Haduuuhhhh sudah lama
nggak nulis karena disibukkan dengan segala macam tugas kuliah dan juga tugas
diorganisasiku. Yapp, kali ini aku bakal nulis pengalaman aku ketika mengikuti
Pendidikan Kilat (Diklat) Jurnalistik Gagasan UIN Suska Riau. Nah, langsung
saja ke-kegiatan apa saja yang aku jalani selama Diklat tiga hari.
Diklat dimulai dari
21-23 Oktober 2016. Ketika itu aku bersiap-siap untuk berangkat ke Gedung
Teater Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk mengikuti pembukaan Diklat. Diklat
tersebut dibuka langsung oleh Wakil Rektor III Bapak Tohirin, M.Pd. Saat itu
peserta Diklat sekitar 20-an peserta.
Setelah acara pembukaan
selesai, semua peserta Diklat dibawa ke Sekretariat Gagasan yang ada disayap
kanan Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa. Di sana kami menaruh barang-barang
bawaan kami untuk menginap selama tiga hari. Kemudian kami mengikuti agenda
selanjutnya, yang mana pembekalan tentang dasar-dasar jurnalistik. Dan itu
sangat banyak dan jujur aku agak bosan sekaligus mengantuk karena memang kami digembleng dengan segala ilmu dasar jurnalistik.
Seperti dari yang
paling dasar apa sih itu jurnalistik, sembilan elemen jurnalistik, kode etik
jurnalistik, teknik wawancara, cara menulis berita (semua jenis berita), serta
teman-temannya yang lain. Semua materi tersebut dijelaskan oleh pembicara yang
berbeda-beda, yang tentunya adalah orang-orang hebat. Jujur lagi, memang rasa
kantuk itu datang silih berganti dengan rasa kagum seiring bergantinya
pembicara. Yang mana aku sangat kagum dengan pembicara-pembicara yang begitu
banyak memiliki prestasi dan juga cerdas. Banyak dari pemateri tersebut adalah
alumni Gagasan, yang membuat aku tambah yakin dan termotivasi untuk bisa bertahan
dan terus berkarya di Gagasan.
Di kegiatan Diklat itu
nggak ada yang namanya wasting time.
jam istirahat itu ya palingan ketika waktu sholat dan makan. itu pun sangat
terbatas waktu yang diberikan, ya sekitar 15-an menitlah. Nah, disitulah aku
merasa disatu sisi tersiksa karena sedikitnya jam istirahat tapi di sisi lain
aku merasa memang seharusnya seperti ini kita menghargai dan memanfaatkan waktu
dengan bijak.
Sedikit kilas balik
tentang makanan yang kami makan saat Diklat, duhhhhh nikmat sekaleeeee. Terdengar
hiperbola, tapi memang begitu adanya. Meskipun sederhana tapi ketika dimakan
bersama itu memang beda sensasinya. Jadi, kami itu dibagi menjadi lima kelompok
(seingat aku ya, maklum kalau salah karena kan sudah lama), dan setiap kelompok
terdiri dari empat sampai lima orang (maklum lagi kalau salah). Setiap kelompok
duduk melingkar bersama anggotanya, kemudian para malaikat baik dalam wujud
kakak-kakak panitia konsumsi memberikan makanan endosnya ke kami. Makanan tersebut ditaruh ke dalam nampan besar
kemudian kami memakannya bersama. Nahhhhh, lah kok aku beruntung dapat kelompok
yang tidak begitu bringas dalam
memakan makanan (karena aku seorang pemakan yang ganas). Alhamdulillahnya
kelompok aku kalem dalam hal makan-memakan.
By the way, yippieeee hari
pertama sudah terlewatkan. Lalu apa yang terjadi atau kegiatan apa dihari
kedua? Hmmm, yupppp kami diterjunkan langsung ke lapangan untuk mempraktekkan
materi yang sudah diberikan. Waktu itu, kami ke Museum Sang Nila Utama. Di
Museum tersebutlah kami melakukan wawancara sebagai bahan untuk menulis berita.
Kebingungan pun dimulai. Aku nggak tau harus mewawancara siapa. Jangankan untuk
mewawancarai siapa, lah aku saja nggak tau masalah apa yang hendak aku
wawancarakan (hiks). Di sini bukannya aku bo**h ya, ya karena kan kita itu
dibagi kelompok dan juga banyak pesertanya, jadi ya isu-isu standar itu sudah
dicaplok sama kelompok dan pesarta lain yang wuhhhh cekatan dan sigap. Ya
seperti sejarah museum, perawatan musem sekaligus benda-benda yang ada di museum,
renovasi museum (saat itu sedang renovasi), pengunjung museum, dan lain
sebaginya. Meskipun lelah tapi ternyata menjadi wartawan sehari itu sangat
menyenangkan. Walau hanya di lingkup museum, tapi untukku sudah luar biasa, what a good start.
Setelah liputan di
museum selama dua jam akhirnya kami kembali ke Sekretariat Gagasan. Setelah
itu, kami diberikan materi lay-out. Ini nih, materi yang sangat nggak aku suka.
Bukan karena tidak mengagumi hasil karya-karya lay-out, tapi ini susah
menurutku. Kadang suka kesal dengan orang-orang yang pandai dalam me-lay-out,
kenapa sampai saat ini aku nggak juga bisa (gimana mau bisa, belajar lay-out
aja nggak). Yap, aku Cuma belajar lay-out ketika diklat, dan setelahnya tidak kupelajari lagi karena ribet dan harus hapal
setiap toolsnya.
Kemudian malam harinya
dihari kedua, kami melakukan deadline.
Di mana, hasil wawancara dari museum harus kami representasikan ke dalam sebuah
tulisan. Duhh, pekerjaan besar. Bingung pun melanda lagi, kalang kabut karena
nggak dapat ide. Karena jam sudah menunjukkan pukul 03.00 pagi, dan mata sudah
tak sanggup menahan kantuk, muncullah ide yang tak terduga. Akhirnya siap juga
tugasku, dan kurebahkan badanku ke lantai keramik sekre yang tidak beralaskan
karpet apalagi kasur.
Tibalah hari terakhir
yakni hari ketiga. Semua hasil tulisan kami yang sudah di lay-out dalam bentuk
majalah dipresentasikan. Dag dig dug,
karena dalam presentasi tersebut tulisan kami bakal dikritik apa dan di mana
yang masih kurang atau bahkan salah dalam penulisannya. Tapi, meskipun banyak
yang salah bukan berarti kami tidak bisa dalam menulis, kesalahan adalah hal yang
wajar untuk setiap awal yang baru dimulai. Dan hal yang tidak kalah penting
adalah, ‘dikritik’ itu bukanlah sesuatu yang negatif. Dengan kritikan kita bisa
berbenah kembali dan memperbaiki yang salah perlahan menjadi benar, yang buruk
untuk ditinggalkan, yang sudah baik untuk dipertahankan alih-alih untuk
ditingkatkan.