Haiii..
How’s life? Kali ini aku bakal sharing pengalaman
aku jadi wartawan kampus. Nah, awalnya aku itu nggak tertarik sama sekali
dengan dunia tulis menulis. Jangankan tertarik, membayangkan bakal begelut di
dunia tinta ini saja nggak pernah terbesit dibenakku. Maklum, dulu waktu masih
kecil dan kalau ditanya tentang cita-cita pasti aku jawab pengen jadi guru,
dokter, polwan dan nggak pernah jawab “aku mau jadi wartawan!”. Nggak pernah!
Aku
sudah berkutat di dunia jurnalisme kampus ini selama satu tahun. Dan aku
merasakan sekali kebaikan serta manfaat yang sangat berguna untukku yang
notabenenya aku seorang Mahasiswi Jurnalistik. Oh iya, aku belajar semua
tentang dunia kewartawanan ini dari organisasi Lembaga Pers Mahasiswa Gagasan
UIN Suska Riau. Dari sinilah semua petualanganku dimulai.
Awal
aku tahu tentang Gagasan itu ketika Penanaman Nilai Dasar Keislaman (PNDK). PNDK
adalah semacam orientasi untuk mahasiswa baru agar mengenal sedikit lebih dalam
kampus yang akan menjadi tempat mereka untuk meraih gelar sarjananya. Nah,
waktu itu nggak cuma Gagasan tuh yang
dikenalin ke mahasiswa/i baru, tapi semua organisasi yang ada dlingkungan
kampus juga dikenalin. Nggak tau kenapa, dari cara kakak-kakak dan abang-abang
Gagasan menggambarkan jika kami (mahasiswa baru) masuk atau bergabung dengan
Gagasan itu sangat berkesan dan aku jadi berminat dan tertarik untuk bergabung
di Gagasan.
Ya,
meskipun awalnya aku ingin bergabung di Gagasan itu karena aku Mahasiswi Ilmu
Komunikasi (Gagasan bukan organisasi khusus untuk mahasiswa jurusan Ilmu
Komunikasi saja, tapi semua mahasiswa dari fakultas dan dari jurusan apapun
bisa bergabung). Saat itu aku galau
karena aku tidak bisa menulis. Aku berpikir kalau aku tidak bisa menulis aku
akan kesulitan menjalani kuliahku. Jangankan untuk menulis, aku adalah orang
yang tidak suka membaca. Padahal penulis yang baik adalah berangkat dari hobi
membaca. Nah, beruntungnya, Gagasan memberikan solusi dari kegusaran dan kegundahanku yang tidak bisa
menulis ini.
Eitssss,
tapi nggak semudah yang aku bayangin untuk gabung di Gagasan. Aku yang polos
ini mengira untuk bergabung di Gagasan itu hanya dengan membayar uang
pendaftaran dan setelahnya beres, aku jadi bagian dari Gagasan. Ketika itu,
sebagai syarat untuk mendaftar menjadi anggota Gagasan, selain membayar uang
pendaftaran sebesar Rp. 10.000, pelamar juga diwajibkan menulis essai tentang
“Pers di Era Digital” kemudian tahap wawancara dan terakhir pengumuman lulus
tidaknya. Nyaliku seketika menciut membaca syarat “Menulis essai” Gimana enggak
coba? Aku kan belum bisa menulis. Orang aku mau gabung di Gagasan itu ya karena
aku pengen diajarin menulis, lah ini belum diajarin malah sudah disuruh nulis
essai. Nulis caption di instagram
saja butuh waktu seminggu, apalagi ini disuruh nulis essai, tentang pers lagi. Gubrakkk.
Jujur
saja saat itu aku melampirkan essai yang aku buat tidak sepenuhnya hasil
pengetahuan, imajinasi dan pikiranku. Yep, google adalah guru besarku wkwk. Aku nyontek agak banyak kepada guruku
itu dan hasilnya jrengg jreng
jreeeenggggg... aku diterima di Gagasan cuy.
Aku sangat bahagia dan saking senangnya aku bernazar untuk puasa selama lima
hari sebagai rasa syukurku bisa bergabung di Gagasan. Konyol memang. Oh iya,
katika itu yang mendaftar ratusan orang dan yang diterima itu cuma 40 orang. Masya
Allah, beruntungnya aku. Thanks God!
Setelah
diterima, aku mengikuti Pendidikan Kilat (Diklat) yang diadakan oleh Gagasan
selama tiga hari dengan tujuan memberikan bekal pengetahuan tentang jurnalistik
kepada anggota baru sebelum turun ke lapangan. Dari diklat inilah, kami
(anggota baru) dihadapkan dengan pemateri-pemateri yang sangat luarbiasa hebat
dibidangnya sehingga membuat aku pribadi lebih mengenal dunia jurnalistik dan
sekarang aku malah mencintai profesinya. Inilah salah satu alasan yang membuat
aku memilih konsentrasi Jurnalistik.
Jadi
seorang jurnalis menurut aku banyak sukanya sih ketimbang dukanya. Lah gimana
nggak coba? Kita, yang mahasiswa ini bisa kok dengan mudah nemuin Pak Rektor
yang super sibuk di ruangannya yang pakai AC itu. Mau nemuin siapa lagi? Wakil
Rektor? Kabag Akademik? Kabag Biro AUPK? Dekan dari fakultas lain? Bisaaaa! Selain itu, kita jadi banyak kenal
atau setidaknya tau pejabat-pejabat yang ada di kampus. Terus WOW yang lain
lagi, kita sedikit (baca banyak) lebih tau loh
dari teman kita tentang isu-isu yang lagi hangat di kampus kita.
Nahhhh,
ini juga yang nggak kalah seru jadi jurnalis kampus. Misalnya nih, ada
event-event besar di kampus, kita sebagai jurnalis kampus bisa dengan mudah loh
ikutan masuk di acara itu. Terus misalnya ada rapat-rapat penting di Gedung
Rektorat kita juga bisa ikutan, tapi semuanya dengan catatan dari semua yang
kita ikutin itu ada informasi yang akan kita sampaikan atau layak diberitahukan
kepada pembaca, bukan serta merta untuk gaya-gayaan,
terus lupa deh dengan kewajiban kita. Pokoknya masih banyak lagi keseruan
lain dengan jadi wartawan kampus.
Itu
kan yang serunya, yang dukanya ada nggak? Pasti ada lah L. Sedihnya, pertama kita udah capek-capek nyari
berita tapi nggak naik. Maksudnya, berita kita itu nggak layak untuk disajikan
kepada pembaca. Hal semacam ini bisa karena data dari berita kita itu kurang
lengkap, tidak berimbang, atau malah berita yang kita angkat itu sebenarnya nggak
ada nilai beritanya (haha). Tapi,
jangan karena berita kita nggak naik lantas membuat kita malas untuk mencari
berita lain. Jadikan pengalaman tidak menyenangkan ini sebagai pemacu kita
untuk mencari berita lebih banyak lagi, akurat, berimbang, dsb.
Kedua,
pas mau wawancara dengan narasumber tapi narasumbernya susah ditemui atau kita
harus menunggu lama misalnya seperti Rektor, WR, Kabag, dll. Kalau yang kayak
gini, kita sebagai wartawan itu harus maklum karena kan mereka memang
orang-orang penting dan pastinya sibuk dong.
Intinya kalau sudah seperti ini kita harus tetap gigih mencari jam kosong lain
si narasumber. Semangaaaattttt!
Kalau
aku pribadi dengan hal semacam ini, nggak aku anggap sebagai sebuah derita atau
kesedihan sih, tapi aku merasa ini loh
nikmatnya jadi wartawan, di mana kita dilatih menjadi orang yang sabar dalam
hal tunggu menunggu, di mana kita dilatih untuk menjadi seorang pendengar yang
baik, di mana kita dilatih untuk besikap netral.
Ummm
sekian, gimana tertarik nggak jadi wartawan kampus?
Tertarik sekali. Aku juga gabung pers kampus dan happy. banyak manfaat yang di dapat😏😏
ReplyDeleteAyo sama sama menikmati proses hm
ReplyDelete